NO ABSEN : 01
KELAS : XI DPIB 2
Busana Adat Bali Perlu Dilestarikan
Pada perkembangan saat ini sangat mempengaruhi zaman. Salah satunya yaitu terjadinya pergeseran etika dalam berbusana adat ke pura oleh generasi muda Hindu di Bali. Banyak dari mereka terutama kaum perempua yang memakai model baju kebaya yang kurang sesuai. Wanita sering kita jumpai mengenakan kebaya dengan bahan transparan dengan kain bawahan (kamen) bagian depan hanya beberapa cm dibawah lutut untuk melakukan persembahyangan dan penggunaan perhiasaan yang berlebihan. Sedangkan kaum pria masih banyak yang mengenakan udeng/destar yang tidak benar, tidak memiliki ikatan ujung udeng menghadap ke atas. Ada juga penggunaan kamben untuk para pria yang tidak menyentuh tanah (tidak ada kancut), dan pemakaian tinggi saput dan jarak kamben bagi kaum pria yang salah biasanya sejengkal dari mata kaki.
Permasalahannya sekarang, di balik fenomena penampilan selebritis umat hindu tersebut, akan membawa implikasi berupa terjadinya pergeseran orientasi nilai yang semestinya menekankan pada substansi dan essensi, tetapi yang terjadi dan berkembang justru lebih mengutamakan tampilan materi (kemasan). Fenomena inilah yang oleh Sugiharto dalam Adlin (2007:2) di sebut sebagai situasi modern, dimana paradigma utamanya adalah tubuh/materi dan pikiran. Penguamaan tubuh dan materi menghasilkan budaya konsumerisme. Sedangkan pengutamaan pikiran melahirkan iptek. Dalam situasi macam itu ‘ruh’ tersisih. Yang di kedepannya adalah bagaimana saya ‘menjadi’ orang yang lebih berkualitas dan lebih bermakna.
Synnott, mengemukakan bahwa, "tubuh kita dengan bagian-bagiannya dimuati oleh simbolisme kultural, publik dan privat,postif dan negatif, politik dan ekonomi, seksual, moral dan seringkali kontrivesial". Pakaian adalah salah satu ciri khas seseorang dalam berpenampilan. Masyarakat banyak yang enggan menggunakan busana adat bali karena mereka takut akan ketinggalan zaman dan mereka berfikir bahwa itu trend berpakaian ke pura itu di harapkan pakaian yang bisa menumbuhkan rasa nyaman baik yang memakai maupun yang melihat, menumbuhkan rasa kesucian, dan mengandung kesederhanaan, warnanyapun akan lebih baik yang berwarna tidak ngejreng, jadi karena pakaian bisa menumbuhkan kesucian pikiran.
Bukan berarti agama Hindu menolak modernisasi atau menolak modifikasi dalam pemakaian pakaian adat ke Pura, namun kita sebagai penganutnya harus bisa menempatkan dimana seharusnya modernisasi dan modifikasi itu ditempatkan, kalau tidak begitu bila semua berpakaian modifikasi sampai pemangku bermodifikasi bagaimana jadinya suasana di Pura. Tentu itu akan mengakibatkan sebuah penyimpangan dalam berpakaian kepura.
Sebagai generasi muda memang sudah harus sepatutnya mempelajari dan mampu memahami dan juga melakasakan etika dalam berpakaian untuk persembahyangan ke Pura. Pikiranlah yang utama dalam mengantarkan bhakti kita kehadapan Ida Shang Hyang Widhi Wasa. Dan apabila hanya karena mengikuti trend dan mode pakaian yang dikenakan bisa menggagu konsentrasi tentu saja itu akan membuat terganggunya situasi persembahyangan yang khusyuk.
Manusia sebenarnya sudah terlahir sebagai makhluk yang suci. Jadi sebenarnya secara logika, kita sembahyang telanjang bulat pun tidak masalah. Lalu mengapa harus berbusana? pakaian itu diciptakan dengan tujuan untuk menutupi badan, dan baju merupakan salah satu bagian dari alat upacara. Manusia menciptakan sarana upakara dengan tujuan kita bisa lebih memahami ajaran agama kita. Dasar konsep dari Busana adat Bali adalah konsep tapak dara (swastika).
Pada saat manusia tidak berbusana adat, tubuh manusia masih suci, belum dibagi-¬bagi menurut konsep Tri Angga berlaku. Konsep ini baru terbentuk ketika manusia sudah berbusana adat. Sebenarnya tidak ada lontar¬-lontar yang menunjukkan tentang busana adat Bali.
Berpenampilan tetap cantik/tampan, rapi dan bersih pada saat melakukan persembahyangan yang bertujuan agar perasaan nyaman muncul, sehingga persembahyangan pun bisa dilakukan dengan baik. Untuk bisa tampil cantik, tentu tidak harus menggunakan pakaian kebaya, dan aksesori serba mahal. Semua harus disesuaikan dengan keperluan saja, jangan sampai berlebih yang bisa menimbulkan kesan pamer, ingatlah tujuan kita kepura itu untuk “mecari kedamaian dan mendekatkan diri dengan tuhan bukan untuk mencari sensasi”. Mulai dari pakaian atau kebaya, pilih yang tepat untuk acara persembahyangan, dan rambut sewajarnya, demikian juga aksesoris. Dan jangan lupa agar filosofis dalam berpakaian tidak dilupakan. Karena itu adalah sebuah budaya yang patut untuk di pertahankan.
Dengan berpakaian rapi, nyaman untuk digunakan dan tidak mengganggu penglihatan orang lain serta dengan tidak melupakan unsur-unsur filosofis berpakaian itu akan jauh lebih baik daripada memakai pakaian transparan dan memakai kamben cukup tinggi hingga memperlihatkan paha. Pada akhirnya kembali kepada pemakai busana tersebut apa kata hati nurani (atmanasthuti)nya. Pantaskan sebuah trend busana tersebut dipakai untuk melakukan yadnya atau persembahyangan, sedangkan untuk melakukan semua itu diperlukan pikiran yang suci umat.
Diperlukan kesadaran semua umat untuk turut mensucikan pura antara lain dengan kesucian pikiran diri sendiri dan orang lain. Pakaian untuk upacara adat merupakan seperangkat pakaian yang digunakan seorang didalam kegiatan-kegiatan yang terfokus pada adat. Di Bali pelaksanaan upacara adat selalu dikaitkan dengan desa, kala, patra (tempat,waktu, keadaan). Konsep “desa-kala-patra” inilah kemudian melahirkan keanekaragaman bentuk (variasi) didalam pelaksanaan upacara adat itu sendiri. Keanekaragaman ini terjadi pula di dalam penggunaan busana Bali demikian kaya dan bervariasi.
Pakaian adat yang digunakan untuk mengikuti rangkaian upacara-upacara diatas bentuknya bervariasi sesuai dengan kondisi keluarga yang bersangkutan ataupun sesuai dengan golongan tri wangsa pemakainya. Hal yang terakhir ini bisa saja kurang diikuti sepenuhnya sehubungan dengan perkembangan ekonomi masyarakat Bali yang semakin baik, yang pada gilirannya melahirkan kelas-kelas sosial yang mapan. Mereka memilki kemampuan ekonomi, status sosial yang memugkinkan mereka menggunakan busana yang pada zaman dahulu hanya digunakan kalangan bangsawan. Bahkan, tidak sedikit wisatawan yang secara khusus datang ke Bali untuk memenuhi keinginannya mengenakan busana pengantin Bali dalam tingkatan tertentu tanpa halangan adat dan sosial.
Busana untuk Upaca Keagamaan
Pakaian untuk upacara keagamaan digunakan seseorang pada waktu melakukan persembahyangan di Pura, hal ini mencakup Pura Keulan, seperti sanggah, merajan, panti, dadya, dan sebagianya maupun pura yang termasuk kahyangan tiga dan sad kahyangan. Sesuai dengan tujuan pemakaiannya yang datang ke pura tertentu. Umumnya, pemakaian busana ke pura lebih menentukan warna yang melambangkan kesucian batin mereka, seperti warna putih dan kuning.
Konvensi yang secara tidak tertulis, yang mengatur pemakaian busana adat Bali tersebut tampaknya sangat ditaati masyarakat Hindu di Indonesia. Kecenderungan demikian tidak saja menarik untuk dilihat namun juga merefleksikan kegairahan masyarakat Hindu untuk mendalami kemudian memberi bobot pada sikap spiritualitas masing-masing. Dalam hal ini, tampak berlaku sikap integritas, dalam arti, sikap spiritualitas yang sedemikian itu seyogyanya disertakan dengan pemakaian dengan pemakaian busana yang juga mencerminkan bobot spiritualitas itu sendiri. Dalam berbusanapun, masyarakat Hindu di Indonesia masih sempat mempertimbangkan harmonisasi bentuk dan isi dan keteraturan serta keharmonisan berbusana dapat dianggap sebagai bentuk yang mewadahi isi.
Tidak ada sesuatu yang abadi di dunia ini, kecuali perubahan itu sendiri. Sebagaimana bola bumi berotasi, zaman terus berputar menghadirkan perubahan. Dinamika perubahan tidak pernah berhenti bergerak, seiring kemajuan peradapan manusia dengan kebudayaannya yang selalu tumbuh berkembang. Apapun bentuk-bentuk penampilan luar seperti halnya berbusana fashionable dengan kelengkapan aksesoris tubuh lainya, apalagi dalam konteks melaksanakan upacara persembahyangan yang lebih mengutamakan etika keagamaan, maka paduan pokoknya adalah norma etis religis, bukan semata-maa tampilan estetis dengan kecenderungan berklibad pada trend mode seperti halnya fashion show yang lumrah di peragakan oleh kalangan selebritis.
Walaupun tidak ada penerapan sanksi untuk menggunakan busana adat Bali, namun diharapkan kesadaran dari masyarkat Bali terhadap tata cara berbusana adat yang baik dan benar.
Untuk melestarikan busana adat bali kini telah diterbitkan;
PERATURAN GUBERNUR NOMOR 79 TAHUN 2018 TENTANG HARI PENGGUNAAN BUSANA ADAT BALI
Maksud Hari Penggunaan Busana Adat Bali yaitu untuk mewujudkan :
a. penggunaan Busana Adat Bali yang baik dan benar.
b. kebanggaan berbusana adat Bali.
c. peran serta masyarakat dalam upaya pelindungan, pembinaan, pengembangan, dan pemanfaatan Busana Adat Bali.
Tujuan Hari Penggunaan Busana Adat Bali yaitu untuk mewujudkan :
a. menjaga dan memelihara kelestarian Busana Adat Bali dalam rangka meneguhkan jati diri, karakter, dan budi pekerti.
b. menyelaraskan fungsi Busana Adat Bali dalam kehidupan masyarakat sejalan dengan arah pemajuan Kebudayaan Bali dan Indonesia.
c. mengenali nilai-nilai estetika, etika, moral, dan spiritual yang terkandung dalam budaya Bali untuk digunakan sebagai upaya pembinaan dan pengembangan kebudayaan Nasional.
d. mendorong peningkatan pemanfaatan produk dan industri busana lokal Bali.
Unsur Busana Adat Bali :
(1) Unsur Busana Adat Bali untuk perempuan sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. kebaya
b. kamen
c. selendang (senteng)
d. tata rambut rapi
(2) Unsur Busana Adat Bali untuk laki-laki sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. destar (udeng)
b. baju
c. kampuh
d. selendang
e. kamen
Waktu Penggunaan Busana Adat Bali :
(1) Waktu pelaksanaan Hari Penggunaan Busana Adat Bali yaitu pada jam kerja setiap Hari Kamis, Purnama, Tilem, dan Hari Jadi Provinsi pada tanggal 14 Agustus.
Selain ditetapkannya peraturan gubernur tersebut kini telah ada cara untuk melesatarikan busana adat Bali yaitu;
Mengadakan dan mengikuti lomba pakaian adat kepura
Mengadakan parade busana adat
Membuat busana adat bali seragam jika memiliki cukup uang
Memperkenalkan pakaian daerah melalui medium yang modern, misalnya boneka sepasan laki-laki dan perempuan yang menggunakan pakaian adat Bali tentu digemari anak-anak dan kolektor.
Mengadakan lomba merancang pakaian baju adat Bali dengan memberikan sentuhan modern juga termasuk tindakan pelestarian.
Jadi kita ini sebagai masyarakat Bali marilah lestarikan busana adat Bali agar tetap lestari dengan mendukung program PERGUB BALI dengan menggunakan pakaian adat bali setiap hari kamis dan hari-hari suci tertentu bagi masyarakat Bali yang berumat hindu.
“MARI LESATRIKAN BUSANA ADAT BALI”