Tampilkan postingan dengan label Dongeng. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dongeng. Tampilkan semua postingan

Minggu, 12 Februari 2023

Singa Si Raja Rimba

Suatu hari ada kawanan singa yang beranak pianak. Mereka berjumlah 19 ekor. Mereka setiap hari berkeliling di hutan menjadi penguasa rimba. Sebagai raja rimba, Simpala menyalak menunjukkan taringnya yang tajam kepada setiap hewan yang ditemui di sepanjang perjalanan mereka. Simpala juga memangsa kambing, sapi, dan kerbau dengan tanpa ampun. Simpala mengajarkan keganasannya kepada anak-pianaknya. 

Walaupun sudah sangat tua, Simpala masih sangat ditakuti oleh singa-singa lainnya dalam kawanan itu. Tidak ada singa lain yang ingin menggulingkan Simpala karena ke tercatat dalam tiap pohon bekas-bekas cakar singa menusuk sampai ke kambium. Air kencing Simpala dapat tercium dalam radius puluhan kilo meter. Nafas Simpala dapat terlihat dari gerakan daun-daun pohon. Di bawah pimpinan Simpala, kawanan singa itu benar-benar ditakuti di hutan rimba itu. 

Suatu hari, ada seekor burung yang membawa kabar kepada Simpala bahwa akan ada badai besar yang menyapu pepohonan di hutan rimba ini. Simpala dengan gagahnya mendamaikan kawanan singa, "Kita telah menguasai hutan ini puluhan tahun, hanya karena badai, kita dengan mudah menaklukkannya dengan auman. Badai itu akan seketika hancur berhamburan! "

Burung itu terus berkicau menunjukkan kepanikannya. Dia tak henti-henti membawa kabar ke seluruh isi rimba.
Karena burung itu membuat khawatir seisi hutan, Simpala marah dan meniup burung hingga jatuh. Dimintalah cacing-cacing untuk melahap bangkainya.
Suasana mencekam. Semua dalam keraguan dan kepanikan, tetapi dibayangi pula oleh rasa hormat mereka kepada Simpala yang dengan kemampuannya mengurangi rasa gundah mereka. 

Beberapa hari kemudian, badai besar pun benar terjadi. Simpala dan anak pianaknya naik ke pohon yang paling kuat dan kokoh untuk menghalau badai. Sementara itu, ada seekor singa muda, Siapang yang tidak bisa menaiki pohon besar. Dia ketakutan dan gemetar. Selama ini, selalu ada ayah,  paman dan kakek Simpala yang melindunginya. Ia tidak bisa memanjat pohon. Singa-singa lainnya mengejek dan menyemangati. Siapang benar-benar tidak mampu walau sudah diejek atau disemangati. Sang ibu berteriak kepadanya, "Anakku, selamatkan dirimu. Lakukan yang bisa kamu lakukan. Bertahanlah di bawah sana."

Pesan ibunya diingat oleh Siapang, dan segera ia membuat lubang besar dengan cakarnya pada sebuah batu. Di batu itulah akhirnya ia bersembunyi. Sementara itu, kawanan singa lainnya telah diterbangkan oleh badai yang sangat besar. Badai telah usai, Siapang secara alamiah terpilih menjadi raja selanjutnya, menggantikan kakeknya, Simpala.
Demikianlah kisah seekor singa dalam menjadi raja rimba.

Pertanyaan:
1. Berapa ekor singa yang tewas dalam badai itu? Jelaskan pendapatmu!
2. Siapakah yang paling kuat dalam kawanan singa? 
3. Siapa yang paling mengetahui kemampuan Siapang?
4. Mengapa Siapang memilih bersembunyi di dalam batu?


Terjemahan:
One day there was a herd of lions who had children. They numbered 19 tails. They go around the forest every day to become the ruler of the jungle. As the king of the jungle, Simpala barks showing his sharp fangs at every animal he encounters along their journey. Simpala also preys on goats, cows and buffalo mercilessly. Simpala taught his ferocity to his children. 
Even though he is very old, Simpala is still very much feared by the other lions in the herd. No other lion wanted to overthrow Simpala because it was recorded in every tree the traces of lion's claws piercing into the cambium. Simpala's urine can be smelled within a radius of tens of kilometers. Simpala's breath can be seen from the movement of the tree leaves. Under the leadership of Simpala, the lions were truly feared in the jungle.
One day, there was a bird that brought news to Simpala that there would be a big storm that would sweep away the trees in this jungle. Simpala gallantly pacified the lions, "We have ruled this forest for tens of years, only because of a storm, we can easily conquer it with a roar. The storm will instantly scatter!"
The bird kept on chirping showing its panic. He never stopped bringing news to all the jungle.
Because the bird worried the whole forest, Simpala got angry and blew the bird down. Asked the worms to devour the carcass.
Creepy atmosphere. Everyone was in doubt and panic, but their respect was also overshadowed by Simpala, who with her ability to ease their anxiety.
A few days later, a big storm really happened. Simpala and her children climbed into the strongest and strongest tree to ward off the storm. Meanwhile, there was a young lion, Siapang who couldn't climb a big tree. He was scared and shaking. All this time, Simpala's father, uncle and grandfather had always protected him. He couldn't climb a tree. The other lions jeered and cheered. Anyone really can't even though they've been ridiculed or encouraged. The mother screamed at him, "My son, save yourself. Do what you can! Just hang in there."
Siapang remembered his mother's message, and immediately he made a big hole with his claws in a rock. It was in that rock that he finally hid. Meanwhile, another pride of lions had been blown away by a gigantic storm. After the storm was over, Siapang was naturally chosen to be the next king, replacing his grandfather, Simpala.
Such is the story of a lion in becoming the king of the jungle.

Question:
1. How many lions died in the storm? State your opinion!
2. Who is the strongest in the lions?
3. Who knows whose abilities best?
4. Why did Siapang choose to hide in the rock?

Kamis, 17 Juni 2021

Dongeng_Gendolagan

 

Seekor Burung yang kehilangan ibu.


Pada suatu hari, seorang ibu bernama  Me Suri mencari kayu bakar ke hutan. Di hutan sehabis hujan tadi malam, ranting dan dahan pohon tumbang ke tanah. Ibu itu sangat bahagia karena mendapatkan kayu bakar yang lumayang banyak. Namun ia tidak tahu bagaimana harus membawa kayu bakar itu.

Dia kumpulkan kayu-kayu itu dengan sangat baik. Dia ikat kayu yang kering hingga bertumpuk-tumpuk. Dia kumpulkan kayu bakar itu di bawah pohon besar yang agak rimbun. Namun, betapa terkejutnya ia ketika melihat ada beberapa ekor anak burung yang tampaknya kehilangan ibunya.

“Pantas saja, hutan ini begitu rebut. Rupanya burung-burung kecil ini kehilangan induknya.” Kata Me Suri. Dia menunggu induk burung akan datang mencari anak-anaknya yang mungkin diterbangkan oleh angin kencang semalam. Sembari istirahat, diintai selama sejam dipikirnya induk burung akan datang, ternyata tidak juga ada seekor burung pun yang mendekati nak-anak burung itu. Akhirnya, Me Suri membawa anak-anak burung itu pulang ke rumahnya. Walaupun kayu bakar dipikul dengan sangat berat dikepalanya, dan jalan masih becek, Me Suri tetap ingin menyelamatkan anak-anak burung itu. Ia berencana akan memelihara burung-burung itu di rumahnya hingga dewasa. Setelah itu, mereka akan melepaskannya.

Suatu hari, anak-anak burung itu telah pandai berkicau. Bulu-bulu mereka sangat lebat dan tampaknya sudah siap dilepaskan. Me suri membuka sangkar dan mengusir burung-burung itu meminta mereka terbang dan kembali ke hutan. Namun, tiba-tiba saja. enam ekor burung itu menjelma menjadi putri-putri yang sangat cantik. Betapa terkejut Me Suri. MAtanya melotot dan keheranan. Jantungnya berdegup sangat kencang. Me Suri menarik nafas untuk melegakan diri dan tetap ingin burung-burung itu pergi. Mereka tidak mau dilepaskan oleh Me Suri. Putri burung itu menangis mengira kasih sayang Me suri telah pudar. Mendengar burung-burung menangis semabari bersujud di kakinya, Me Suri pun sangat bahagia, namun ia tahu usianya tidak bisa ditentukan oleh dirinya sendiri. Ia memberi syarat kepada enam ekor burung itu. “Baiklah, anak-anakku. Kalian masih boleh di sini hingga laki-laki meminang kalian untuk dijadikan istri, maka kalian harus pergi dari rumah ini.” Akhirnya mereka sepakat. Setiap harinya Me Suri dilayani dan dirawaat oleh kekenam anaknya. Saakit yang mulanya diderita oleh Me Suri pun berangsur hilang. Tidak terasa, usia Me suri telah mencapai ratusan tahun, anak-anaknya pun belum ada meminang. Hatinya kembali gelisah.

“Anakku, cobalah kalian bergaul dan belajar mengenal laki-laki yang dapat kalian pilih sebagai mempelai. Kebahagiaan seorang ibu adalah ketika anak-anaknya menikah dan hidup bahagia” kata Me Suri.

“Ibu, jika tiba waktunya, pasti aka nada yang meminang kami.” Begitu burung-burung selalu berbicara kepada Me Suri.

Waktu berjalan dengan sangat cepat, tidak terasa dirinya telah berusia 200 tahun. Belum juga dirinya dijemput oleh Hyang Kuasa. “Anakku, usiaku sudah 200 tahun, kalian belum juga menikah.”

“Jangan khawatir, Ibu. Kami pasti akan segera mendapatkan jodoh.”

Menangis Me Suri melihat putri-putri burung itu menemaninya sepanjang usia tuanya. Akhirnya, Me Suri mendapat mimpi bahwa untuk mendapatkan jodoh bagi anak-anaknya, ia harus memotong rambut anak-anaknya ketika tidur. Me Suri terbangun saat malam hari. Dia potong rambut anak-anaknya dengan pisau, akhirnya tubuh Me Suri menjadi sangat lemas dan menghembuskan nafas terakhirnya. Keesokan harinya, putri burung pun kaget melihat ibu mereka telah tewas dan mereka semua menjadi burung “gendolagan” tanpa bulu.

Demikianlah kisah cerita mengapa ada burung yang tidak berbulu atau gendolagan. Mereka harus menyelamatkan manusia yang telah usur di dunia ini. Oleh karena itu, jika kamu bertemu dengan burung gendolagan, ssayangilah mereka.

bantul

BANTUL SUDAH RATA DENGAN TANAH “Bantul kabarnya sudah rata dengan tanah!” desah orang-orang di sebelah. Wajah mereka hampir menunjukkan eks...