Seekor Burung yang kehilangan ibu.
Pada suatu hari, seorang ibu bernama Me Suri mencari kayu bakar ke hutan. Di hutan
sehabis hujan tadi malam, ranting dan dahan pohon tumbang ke tanah. Ibu itu
sangat bahagia karena mendapatkan kayu bakar yang lumayang banyak. Namun ia
tidak tahu bagaimana harus membawa kayu bakar itu.
Dia kumpulkan kayu-kayu itu dengan sangat baik. Dia ikat
kayu yang kering hingga bertumpuk-tumpuk. Dia kumpulkan kayu bakar itu di bawah
pohon besar yang agak rimbun. Namun, betapa terkejutnya ia ketika melihat ada
beberapa ekor anak burung yang tampaknya kehilangan ibunya.
“Pantas saja, hutan ini begitu rebut. Rupanya burung-burung
kecil ini kehilangan induknya.” Kata Me Suri. Dia menunggu induk burung akan
datang mencari anak-anaknya yang mungkin diterbangkan oleh angin kencang
semalam. Sembari istirahat, diintai selama sejam dipikirnya induk burung akan
datang, ternyata tidak juga ada seekor burung pun yang mendekati nak-anak
burung itu. Akhirnya, Me Suri membawa anak-anak burung itu pulang ke rumahnya.
Walaupun kayu bakar dipikul dengan sangat berat dikepalanya, dan jalan masih
becek, Me Suri tetap ingin menyelamatkan anak-anak burung itu. Ia berencana
akan memelihara burung-burung itu di rumahnya hingga dewasa. Setelah itu,
mereka akan melepaskannya.
Suatu hari, anak-anak
burung itu telah pandai berkicau. Bulu-bulu mereka sangat lebat dan tampaknya
sudah siap dilepaskan. Me suri membuka sangkar dan mengusir burung-burung itu
meminta mereka terbang dan kembali ke hutan. Namun, tiba-tiba saja. enam ekor
burung itu menjelma menjadi putri-putri yang sangat cantik. Betapa terkejut Me
Suri. MAtanya melotot dan keheranan. Jantungnya berdegup sangat kencang. Me
Suri menarik nafas untuk melegakan diri dan tetap ingin burung-burung itu
pergi. Mereka tidak mau dilepaskan oleh Me Suri. Putri burung itu menangis
mengira kasih sayang Me suri telah pudar. Mendengar burung-burung menangis
semabari bersujud di kakinya, Me Suri pun sangat bahagia, namun ia tahu usianya
tidak bisa ditentukan oleh dirinya sendiri. Ia memberi syarat kepada enam ekor
burung itu. “Baiklah, anak-anakku. Kalian masih boleh di sini hingga laki-laki
meminang kalian untuk dijadikan istri, maka kalian harus pergi dari rumah ini.”
Akhirnya mereka sepakat. Setiap harinya Me Suri dilayani dan dirawaat oleh
kekenam anaknya. Saakit yang mulanya diderita oleh Me Suri pun berangsur
hilang. Tidak terasa, usia Me suri telah mencapai ratusan tahun, anak-anaknya
pun belum ada meminang. Hatinya kembali gelisah.
“Anakku, cobalah kalian bergaul dan belajar mengenal
laki-laki yang dapat kalian pilih sebagai mempelai. Kebahagiaan seorang ibu
adalah ketika anak-anaknya menikah dan hidup bahagia” kata Me Suri.
“Ibu, jika tiba waktunya, pasti aka nada yang meminang kami.”
Begitu burung-burung selalu berbicara kepada Me Suri.
Waktu berjalan dengan sangat cepat, tidak terasa dirinya
telah berusia 200 tahun. Belum juga dirinya dijemput oleh Hyang Kuasa. “Anakku,
usiaku sudah 200 tahun, kalian belum juga menikah.”
“Jangan khawatir, Ibu. Kami pasti akan segera mendapatkan jodoh.”
Menangis Me Suri melihat putri-putri burung itu menemaninya
sepanjang usia tuanya. Akhirnya, Me Suri mendapat mimpi bahwa untuk mendapatkan
jodoh bagi anak-anaknya, ia harus memotong rambut anak-anaknya ketika tidur. Me
Suri terbangun saat malam hari. Dia potong rambut anak-anaknya dengan pisau,
akhirnya tubuh Me Suri menjadi sangat lemas dan menghembuskan nafas
terakhirnya. Keesokan harinya, putri burung pun kaget melihat ibu mereka telah
tewas dan mereka semua menjadi burung “gendolagan” tanpa bulu.
Demikianlah kisah cerita mengapa ada burung yang tidak
berbulu atau gendolagan. Mereka harus menyelamatkan manusia yang telah usur di
dunia ini. Oleh karena itu, jika kamu bertemu dengan burung gendolagan,
ssayangilah mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar