Kamis, 17 Juni 2021

Dongeng_Gendolagan

 

Seekor Burung yang kehilangan ibu.


Pada suatu hari, seorang ibu bernama  Me Suri mencari kayu bakar ke hutan. Di hutan sehabis hujan tadi malam, ranting dan dahan pohon tumbang ke tanah. Ibu itu sangat bahagia karena mendapatkan kayu bakar yang lumayang banyak. Namun ia tidak tahu bagaimana harus membawa kayu bakar itu.

Dia kumpulkan kayu-kayu itu dengan sangat baik. Dia ikat kayu yang kering hingga bertumpuk-tumpuk. Dia kumpulkan kayu bakar itu di bawah pohon besar yang agak rimbun. Namun, betapa terkejutnya ia ketika melihat ada beberapa ekor anak burung yang tampaknya kehilangan ibunya.

“Pantas saja, hutan ini begitu rebut. Rupanya burung-burung kecil ini kehilangan induknya.” Kata Me Suri. Dia menunggu induk burung akan datang mencari anak-anaknya yang mungkin diterbangkan oleh angin kencang semalam. Sembari istirahat, diintai selama sejam dipikirnya induk burung akan datang, ternyata tidak juga ada seekor burung pun yang mendekati nak-anak burung itu. Akhirnya, Me Suri membawa anak-anak burung itu pulang ke rumahnya. Walaupun kayu bakar dipikul dengan sangat berat dikepalanya, dan jalan masih becek, Me Suri tetap ingin menyelamatkan anak-anak burung itu. Ia berencana akan memelihara burung-burung itu di rumahnya hingga dewasa. Setelah itu, mereka akan melepaskannya.

Suatu hari, anak-anak burung itu telah pandai berkicau. Bulu-bulu mereka sangat lebat dan tampaknya sudah siap dilepaskan. Me suri membuka sangkar dan mengusir burung-burung itu meminta mereka terbang dan kembali ke hutan. Namun, tiba-tiba saja. enam ekor burung itu menjelma menjadi putri-putri yang sangat cantik. Betapa terkejut Me Suri. MAtanya melotot dan keheranan. Jantungnya berdegup sangat kencang. Me Suri menarik nafas untuk melegakan diri dan tetap ingin burung-burung itu pergi. Mereka tidak mau dilepaskan oleh Me Suri. Putri burung itu menangis mengira kasih sayang Me suri telah pudar. Mendengar burung-burung menangis semabari bersujud di kakinya, Me Suri pun sangat bahagia, namun ia tahu usianya tidak bisa ditentukan oleh dirinya sendiri. Ia memberi syarat kepada enam ekor burung itu. “Baiklah, anak-anakku. Kalian masih boleh di sini hingga laki-laki meminang kalian untuk dijadikan istri, maka kalian harus pergi dari rumah ini.” Akhirnya mereka sepakat. Setiap harinya Me Suri dilayani dan dirawaat oleh kekenam anaknya. Saakit yang mulanya diderita oleh Me Suri pun berangsur hilang. Tidak terasa, usia Me suri telah mencapai ratusan tahun, anak-anaknya pun belum ada meminang. Hatinya kembali gelisah.

“Anakku, cobalah kalian bergaul dan belajar mengenal laki-laki yang dapat kalian pilih sebagai mempelai. Kebahagiaan seorang ibu adalah ketika anak-anaknya menikah dan hidup bahagia” kata Me Suri.

“Ibu, jika tiba waktunya, pasti aka nada yang meminang kami.” Begitu burung-burung selalu berbicara kepada Me Suri.

Waktu berjalan dengan sangat cepat, tidak terasa dirinya telah berusia 200 tahun. Belum juga dirinya dijemput oleh Hyang Kuasa. “Anakku, usiaku sudah 200 tahun, kalian belum juga menikah.”

“Jangan khawatir, Ibu. Kami pasti akan segera mendapatkan jodoh.”

Menangis Me Suri melihat putri-putri burung itu menemaninya sepanjang usia tuanya. Akhirnya, Me Suri mendapat mimpi bahwa untuk mendapatkan jodoh bagi anak-anaknya, ia harus memotong rambut anak-anaknya ketika tidur. Me Suri terbangun saat malam hari. Dia potong rambut anak-anaknya dengan pisau, akhirnya tubuh Me Suri menjadi sangat lemas dan menghembuskan nafas terakhirnya. Keesokan harinya, putri burung pun kaget melihat ibu mereka telah tewas dan mereka semua menjadi burung “gendolagan” tanpa bulu.

Demikianlah kisah cerita mengapa ada burung yang tidak berbulu atau gendolagan. Mereka harus menyelamatkan manusia yang telah usur di dunia ini. Oleh karena itu, jika kamu bertemu dengan burung gendolagan, ssayangilah mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Naskah Bebondres

Bondres merupakan salah satu kesenian tradisional Bali. Pada mulanya, Bondres merupakan selingan dalam kesenian topeng di Bali. Namun, belak...