Rabu, 24 September 2025

Cinta Semata Wayang

Cinta Semata Wayang 
Surat itu terus bersambung tertulis pada pepohonan dan daun yang berguguran, bahkan jadi kidung yang disenandungkan angin di pucuk pohon.  

Oleh NURYANA ASMAUDI SA

10 Sep 2025 16:15 WIB · Cerpen

Cinta tak boleh menderita. Maka, kuambil Sinta kubawa kembali ke asalnya, agar bisa merenungi diri dan sangkan paran jiwanya. Jangan dicari. Kau lelaki banci dan abai, tak akan mendapatkan istrimu kembali sebelum kau temukan dirimu sendiri.  

Rama terperanjat mendapati surat yang tertulis pada kulit kayu tertempel di batang pohon tatkala sedang kebingungan mencari Sinta yang hilang di belantara tempat dia bersama istrinya itu berkemah. Sebelumnya ia mendapat informasi dari Jatayu bahwa Sinta dibawa kabur orang. 

”Aku menjemput Sinta. Bukan menculiknya. Sengaja kulakukan untuk menguji kewaspadaanmu sebagai suami yang mestinya menjaga dan melindungi istri dari segala mara bahaya. Terbukti kau lelaki bodoh dan abai. Gampang ditipu dan dikelabuhi. Bagaimana kelak bisa menjadi raja negeri adidaya kalau menjaga istri saja tak bisa? Pantas kau disingkirkan ayahmu atas permintaan ibu tirimu karena lemah kepribadian dan tak bisa diandalkan untuk jadi pemimpin keluarga maupun raja.”   

Hati Rama serasa tersayat dan dilecehkan. Bagaimana mungkin penculik menulis surat seperti itu. Jangan-jangan ini hanya halusinasi dirinya yang sedang stres, pikirnya.  

Surat bersambung itu bertutur lebih sadis lagi. ”Kalau ingin mencari istrimu, datanglah ke negeriku. Sendiri. Sebagai kesatria dan lelaki sejati. Jangan datang beramai-ramai, apalagi membawa pasukan yang buruk dan genit seperti banci. Aku datang ke belantara ini sendiri untuk mengambil Sinta yang amat kusayangi. Maka datanglah sendiri, ambil kembali istrimu dari istanaku. Tak akan ada yang mengganggu jika kau datang sendiri. Temui aku, bertatap muka denganku, berbincang tentang Sinta yang sama-sama kita sayangi.”  

Rama semakin geram. Ingin merobek mulut dan memecahkan kepala bajingan itu. Surat itu terus bersambung tertulis pada pepohonan dan daun yang berguguran, bahkan jadi kidung yang disenandungkan angin di pucuk pohon.  

”Jika kau bisa menunjukkan jiwa utama dan membuktikan kesejatian cinta kepada Sinta, maka akan kukembalikan dia padamu. Tapi jika tak bisa membuktikannya, maka Sinta akan tetap bersamaku, menjadi perempuan utama sesembahan seluruh warga negeriku. Sebab, Sinta adalah harta tak ternilai yang tak bisa ditukar dengan apa pun. Namun, jika kau hendak menyerbu negeriku untuk mengambil Sinta, aku siap melayanimu. Mari kita mainkan satu babak drama cinta dalam perang antarnegara adidaya yang akan dikenang dunia sepanjang masa.” 

 *** 

Iklan - Gulir ke Bawah untuk melajutkan
Iklan
Semakin tak jelas antara surat dan halusinasi Rama sendiri. Tuturan bersambung itu membuat dirinya tambah kalut dan stres. Kata-kata yang menerjang dan menikam hati-pikiran. 

”Tunjukkanlah kebesaran jiwa dan rasa cinta dalam keadaan apa pun, Rama. Kau manusia titisan Dewa. Jangan terhanyut emosi dan rasa benci. Sekali kau membenciku maka aku akan jadi hantu sepanjang waktu. Jika kau bisa berdamai denganku, membuang amarah dan sakit hati, maka kau akan mendapat kekuatan baru dan meraih apa yang kau mau.”   

Jika kau bisa menunjukkan jiwa utama dan membuktikan kesejatian cinta kepada Sinta, maka akan kukembalikan dia padamu. Tapi jika tak bisa membuktikannya, maka Sinta akan tetap bersamaku, menjadi perempuan utama sesembahan seluruh warga negeriku.

Lanjutnya, kebaikan sering sembunyi di sela kejahatan yang kau benci. Datanglah baik-baik padaku. Aku akan menjamu dan memenuhi keinginanmu. Mengenai Sinta, karena menyangkut harkat dan martabat wanita utama, baiknya kita bicarakan empat mata sebagai sesama pria penguasa dua negara adidaya. Tak usah mengerahkan tentara dan menghambur-hamburkan nyawa tak berdosa. Ini cuma soal wanita. Mari selesaikan dengan bijaksana siapa pemilik Sinta. 

Kau boleh mengambil Sinta, tapi akulah pemilik mula sebenarnya. Kau boleh memperistri dan memberi keturunan padanya, tapi akulah orang yang paling bahagia menerima sebagai keturunan wangsa dunia. Kau mengerti maksudku Rama? Jika kau tak juga memahaminya, coba telusurilah asal mula Sinta. Tanyakan pada Janaka, ayah angkatnya. Tanyakan juga pada adikku Wibisana yang sekarang berpihak padamu, siapa ayah kandung Sinta. Kau boleh menghancurkan aku, tapi cintaku kepada Sinta tak pernah reda walau aku telah berada di neraka. 

 ***  

Di taman keputren kerajaan yang indah aneka bunga bermekaran menebar keharuman, membangkitkan gairah sukma. Perempuan molek ayu itu tampak bermuram durja seperti sedang memikirkan sesuatu. Matanya menerawang jauh dengan tatapan kosong.  

Lelaki gagah-tampan-berwibawa sedang menghiburnya. ”Apa yang kau sedihkan Sinta? Aku mengambilmu karena panggilan jiwa. Kau wanita utama tapi diajak menderita di belantara. Aku diberi tahu Dewa, kelak kau akan diusir dan disia-siakan oleh suamimu setelah jadi raja. Maka kuselamatkan dirimu sebelum benar-benar telantar dan menderita.”  

Sinta hanya terdiam. Tak memandang raja agung itu. 


”Baiklah jika kau belum mau bicara. Aku bisa memaklumi. Sekarang biar kukisahkan cerita agar kau terhibur dan tak terus bermuram durja,” kata raja itu, kemudian berkisah. 
 
Puluhan tahun silam, di istana kerajaan negeri adidaya, lahirlah seorang bayi perempuan, anak raja dengan bidadari jelita. Raja yang amat tampan, gagah perkasa, sakti mandraguna. Bayi perempuan itu dicuri oleh adik raja sendiri dan diganti bayi laki-laki, anak adik raja itu dari hasil hubungan gelap dengan bidadari dari negeri mega. Bayi perempuan itu dibuang ke negeri seberang dan bayi laki-laki itu dijadikan anak raja untuk mewujudkan ambisinya kelak. 

Raja mengetahui dan diam-diam terus mencari anak kandungnya yang hilang itu. Berpuluh tahun ia mencari, hingga suatu hari ia menemukan perempuan jelita yang menderita bersama suaminya di belantara. Raja itu dapat bisikan dari Dewa bahwa perempuan tersebut adalah anak kandungnya yang dicari. Perempuan itu hendak ia ambil, tapi sedang bersama suaminya. Maka dicarilah akal dengan mengelabui suaminya agar meninggalkan perempuan itu. Siasat berhasil. Ketika suaminya sedang berburu, maka diculiklah perempuan itu dan dibawa pulang ke negerinya.  

”Perempuan jelita itu kau Sinta. Dan raja itu aku, Rahwana. Jadi, tak mungkin aku menodaimu seperti berita bohong yang beredar selama ini. Seorang pemuka wangsa negeri adidaya tak patut berbuat aniaya. Tuhan dan alam akan memurkai jika aku menodai putri kandungku sendiri. Kau tetap suci berada di sini, Sinta!” 

 *** 

Rama mendapat surat dari Sinta yang dibawa oleh seorang utusan yang menyamar sebagai binatang buruan. Sinta mengabarkan kondisinya di Alengka. Rama diminta tenang dan tidak panik. 

”Suamiku sayang, aku baik-baik saja di Puri Alengka. Aku sedang menyusuri waktu, menguji cinta yang mengharubiru hidupku hingga terjadi penculikan itu. Penculikan yang dibiarkan oleh pencipta alam agar terbuka rahasia yang puluhan tahun tersamarkan. Aku sendiri tidak sadar kalau diculik. Sebab, kejadiannya benar-benar mengejutkan, di luar nalar.” 

Baiklah jika kau belum mau bicara. Aku bisa memaklumi. Sekarang biar kukisahkan cerita agar kau terhibur dan tak terus bermuram durja.

Sinta menuturkan bahwa orang yang menculik dirinya itu Rahwana, seorang raja yang memiliki ketampanan sepuluh kali lipat dibanding pria sejagat raya sehingga dijuluki Dasamuka.  

Iklan - Gulir ke Bawah untuk melajutkan
Iklan
”Aku melihat wajah aslinya yang luar biasa tampan hingga aku pingsan lalu dibawa terbang. Dalam kehidupan sehari-hari Rahwana menyamarkan dirinya sebagai raksasa buruk rupa agar tak menimbulkan fitnah dan kecemburuan lelaki lain. Namun, tatkala menculikku dia perlihatkan wajahnya yang asli, amat tampan dan mirip dirimu, hingga aku terpesona dan tak sadarkan diri, kemudian dibawa pergi.” 

”Kondisiku di Alengka saat ini baik-baik saja. Rahwana memuliakanku. Dia tak pernah menjamahku. Aku dihormati sebagai Dewi Suci. Maka tak usah khawatir. Tenangkan jiwamu. Tak usah terlalu resah dan jangan terprovokasi siapa pun. Aku senantiasa dilindungi Dewata. Rahwana tak mengapa-apakan aku, karena aku anak kandungnya. Tes DNA telah dilakukan dan terbukti kalau aku memang darah daging Rahwana.” 

Sinta menasihati suaminya agar jangan marah pada orang yang dianggap salah. Rahwana adalah raja negeri raksasa yang kehilangan putrinya. Bayi perempuan yang baru dilahirkan oleh permaisurinya dicuri orang. Ia berharap putri kandungnya yang hilang itu menemukan ibu kehidupan dan dijaga alam. Hingga puluhan tahun kemudian ia menemukan putrinya yang sudah dewasa menderita di belantara. Maka secepatnya ia bawa pulang. Penculikan terhadap perempuan yang menjadi tragedi cinta menggemparkan di jagat kehidupan.  

Baca Juga
Harimau dan Bunglon
Sinta berharap Rama bijaksana dan bisa memahaminya. Rahwana tersinggung karena tak dihargai oleh Rama yang memperistri Sinta tanpa permisi padanya. Rama diminta jangan memercayai Wibisana yang mengatakan bahwa Rahwana raja angkara murka, lelaki hidung belang yang suka mencuri bini orang.  

Kata Sinta, Wibisana yang justru menculik Sinta dari Istana Alengka ketika masih bayi dan dibuang ke negeri asing. Bayi perempuan itu digantikan dengan anaknya Wibisana sendiri untuk memenuhi ambisinya ke depan. ”Coba tanyakan kepada Wibisana, ia berikan pada siapa bayi perempuan yang ia curi dari Puri Alengka itu dan digantinya dengan bayi laki hasil hubungan gelap dengan bidadari angkasa yang dia beri nama Indrajid Megananda?” tutup Sinta. 

 

*** 

Rama tak percaya pada sandiwara itu. Kata Wibisana kepada Rama, itu semua bohong dan akal-akalan Dasamuka. Maka penyerangan terhadap Alengka dilakukan. Wibisana membantu Rama menghancurkan negerinya sendiri untuk mengambil Sinta dan mengakhiri riwayat Rahwana.  

Setelah perang usai dan Rahwana tewas, Wibisana diangkat menjadi raja Alengka. Rama jadi raja Ayodya. Kemenangan diraih dengan gemilang, namun Sinta menanggung derita berkepanjangan. Dia hendak diasingkan oleh Rama dari istana kerajaan untuk menuruti kemauan sebagian pejabat dan rakyat yang meragukan kesucian Sinta setelah diculik Rahwana.  

”Diriku yang tak suci atau hati dan pikiranmu yang perlu dikeramasi dan dikremasi, Rama? Jangankan berahi Rahwana, bara api pun tak kuasa menyentuhku. Kau memilih takhta daripada cinta sejati istri. Jika suatu negara tidak ada wanita utama, tunggu kehancurannya. Akan selalu ada hasutan untuk memecahbelah keutuhan,” kutuk Sinta. 


”Tak perlu membuangku. Biarkan kutempuh jalan sendiri agar tak jadi beban negeri yang penuh fitnah karena pemimpinnya lemah dan tak berkepribadian,” gumam Sinta. 

Ia susuri jalan abadi menuju Kerajaan Ilahi. Dari bumi kembali ke ibu bumi. Dari hati berpulang ke palung hati, Gusti Murbeng Dumadi. 

 

Nuryana Asmaudi SA atau Nuyana A Saddyz Asmara, lahir di Jepara, Maret 1965. Sejak tahun 1996 tinggal di Bali, bekerja sebagai wartawan, juga menullis puisi, cerpen, ulasan seni, naskah lakon, dll. Tulisannya dimuat di sejumlah media cetak dan daring. Buku kumpulan puisinya: Doa Bulan untuk Pungguk (AKAR, 2016), Taman Perangkap Bulan (AKAR, 2018), Anak Gunung Mengerami Laut (Pustaka ekpresi, 2023).  



Penulis:NURYANA ASMAUDI SA | Editor:Dahono Fitrianto, Dwi AS Setianingsih | Penyelaras Bahasa:Apolonius Lase
Komentar Pembaca
comment banner
Kirimkan Komentar Anda



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Darju Prasetya

Lembaran-lembaran Koran yang Mengeluh  Tapi ternyata, nasibku tak lebih baik. Orang-orang hanya peduli pada gorengan yang kubungkus, tak ada...