Selasa, 25 April 2023

Analisis Puisi "Pada Suatu Hari Nanti"

1. Tema
Tema menjadi dasar proses kreatif penyair dalam melahirkan puisi. Tema mewakili ekspresi jiwa penyair terhadap perkembangan masyarakat. Penyair yang peka, menangkap dan mengekspresikan tema-tema yang berkembang atau sedang hangat dibicarakan.
Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" mengangkat tema demokrasi. Hal ini terlihat jelas dalam kutipan berikut, "Suaraku tak terdengar lagi". Suara identik dengan aspirasi masyarakat kepada para pejabat atau yang menyerap aspirasi masyarakat. Dalam hal ini, penyair menyadari betapa demokrasi menjadi hal yang dikritik karena aspirasi masyarakat kurang terserap aspirasi pada masa itu, yakni sesuai dengan penciptaan puisi sekitar tahun 1990an. Pada masa itu pula, Indonesia sedang mengalami krisis kepercayaan terhadap pemerintah sebagai pelaksana aspirasi rakyat. 

2. Nada/Suasana
Nada adalah sikap seorang penyair dalam puisinya sehingga efeknya terasa oleh pembaca. Nada adalah cara penyair menyampaikan puisinya sesuai dengan pilihan kata-katanya. Misalnya, puisi yang bernada protes, sinis, marah, serius, bahagia, haru, sedih, semangat, hingga bersenda gurau.
Suasana adalah perasaan pembaca setelah membaca puisi. Jika nada adalah cara penyair menyampaikan puisinya, suasana adalah efek yang dirasakan pembaca setelah membaca atau mendengar puisi yang dibacakan oleh penyair. Misalnya, saat penyair membacakan puisi penuh semangat, pembaca akan merasakan suasana yang sama. Pembaca juga dapat merasakan suasana puisi melalui pilihan kata yang digunakan penyair dalam puisi. Misalnya, saat membaca puisi yang menggambarkan kondisi alam, pembaca akan merasa damai.
Penulis puisi "Pada Suatu Hari Nanti" sangat menekankan proses kreatifnya pada nada berteriak, menakuti, dan mengkritisi pemerintah yang tak mau mendengar suara lagi.  Bait 1, penyair meneriakkan bahwa akan selalu memantau dengan baris, "Tapi dalam bait-bait sajak ini, kau tak akan kurelakan sendiri" Begitulah cara rakyat memantau pemerintahan yang berkuasa. 

3. Diksi
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan.
Penyair pada puisi ini, memilih kata-kata yang menyeramkan seperti penggunaan kata "jasadku", "kusiasati" seolah terjadi perang. Siapa yang melawan dan siapa yang dilawan tidak ditunjukkan secara jelas pada puisi ini. Namun, apa yang diteriakkan sangat jelas dengan mengulang syair, "Pada Suatu Hari Nanti" Dalam hal ini, penyair memiliki visi dengan memilih kata-kata itu sebagai hal yang ingin diraih. 

4. Majas
Majas atau gaya bahasa yaitu pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu yang membuat sebuah karya sastra semakin hidup, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.

Dengan mengulang kata-kata, "Pada Suatu Hari Nanti" penyair membuat pengulangan pada awal baris. Ini adalah majas pararelisme. 

5. Kata Konkret
Kata konkret adalah kata yang berwujud, dapat dilihat, dapat diraba.
Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" menggunakan kata konkret seperti jazad, larik-larik sajak, dan bait-bait sajak.

6. Kata Konotatif
Makna konotatif adalah makna kata yang tidak sebenarnya, kata yang sudah mengalami penambahan makna dasarnya yakni yang memberi nilai rasa baik positif atau negatif.
Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" menggunakan kata bermakna jazad yang memiliki makna lain, yakni badan, tubuh, atau wujud. Jazad memiliki makna yang lebih luas/meluas daripada tubuh.

7. Pencitraan
Pencitraan adalah proses memberi gambaran seakan-akan kita mendengar, melihat, merasakan sebagaimana digambarkan oleh puisi yang dibaca atau dengar.
Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" menggunakan penceritaan pengelihatan dengan menggunakan kata jazad. Selain itu, puisi ini juga menggunakan penceritaan pendengaran dengan menggunakan kata suaraku.

8. Tipografi 
Dari segi tipografi, puisi "Pada Suatu Hari Nanti" menggunakan penulisan rata kiri. Tiap bait memiliki 4 baris.

9. Ritme
Ritme puisi adalah alunan yang terjadi akibat pengulangan serta pergantian kesatuan bunyi. Ritme puisi "Pada Suatu Hari Nanti" disusun dengan pengulangan jumlah bunyi sebagai contoh baris pertama, pada tiap bait memiliki jumah suku kata yang sama. Begitu pula baris-baris lainnya menggunkan jumlah suku kata yang relatif sama.

10. Rima
Rima pengulangan bunyi yang ada dalam kata maupun suku kata yang ada dalam puisi. Biasanya, rima puisi akan terletak pada bagian akhir baris puisi. Dengan adanya rima puisi, maka puisi pun akan menjadi lebih indah dan memiliki efek intelektual maupun efek magis.
"Pada Suatu Hari Nanti" disusun dengan pengulangan bunyi i pada tiap akhir baris. Jadi, kalau puisi ini dinyanyikan, akan sangat mudah mencari ritme musiknya.
1. Tema
Tema menjadi dasar proses kreatif penyair dalam melahirkan puisi. Tema mewakili ekspresi jiwa penyair terhadap perkembangan masyarakat. Penyair yang peka, menangkap dan mengekspresikan tema-tema yang berkembang atau sedang hangat dibicarakan.
Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" mengangkat tema demokrasi. Hal ini terlihat jelas dalam kutipan berikut, "Suaraku tak terdengar lagi". Suara identik dengan aspirasi masyarakat kepada para pejabat atau yang menyerap aspirasi masyarakat. Dalam hal ini, penyair menyadari betapa demokrasi menjadi hal yang dikritik karena aspirasi masyarakat kurang terserap aspirasi pada masa itu, yakni sesuai dengan penciptaan puisi sekitar tahun 1990an. Pada masa itu pula, Indonesia sedang mengalami krisis kepercayaan terhadap pemerintah sebagai pelaksana aspirasi rakyat. 

2. Nada/Suasana
Nada adalah sikap seorang penyair dalam puisinya sehingga efeknya terasa oleh pembaca. Nada adalah cara penyair menyampaikan puisinya sesuai dengan pilihan kata-katanya. Misalnya, puisi yang bernada protes, sinis, marah, serius, bahagia, haru, sedih, semangat, hingga bersenda gurau.

Suasana adalah perasaan pembaca setelah membaca puisi. Jika nada adalah cara penyair menyampaikan puisinya, suasana adalah efek yang dirasakan pembaca setelah membaca atau mendengar puisi yang dibacakan oleh penyair. Misalnya, saat penyair membacakan puisi penuh semangat, pembaca akan merasakan suasana yang sama. Pembaca juga dapat merasakan suasana puisi melalui pilihan kata yang digunakan penyair dalam puisi. Misalnya, saat membaca puisi yang menggambarkan kondisi alam, pembaca akan merasa damai.
Penulis puisi "Pada Suatu Hari Nanti" sangat menekankan proses kreatifnya pada nada berteriak, menakuti, dan mengkritisi pemerintah yang tak mau mendengar suara lagi.  Bait 1, penyair meneriakkan bahwa akan selalu memantau dengan baris, "Tapi dalam bait-bait sajak ini, kau tak akan kurelakan sendiri" Begitulah cara rakyat memantau pemerintahan yang berkuasa. 

3. Diksi
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan.
Penyair pada puisi ini, memilih kata-kata yang menyeramkan seperti penggunaan kata "jasadku", "kusiasati" seolah terjadi perang. Siapa yang melawan dan siapa yang dilawan tidak ditunjukkan secara jelas pada puisi ini. Namun, apa yang diteriakkan sangat jelas dengan mengulang syair, "Pada Suatu Hari Nanti" Dalam hal ini, penyair memiliki visi dengan memilih kata-kata itu sebagai hal yang ingin diraih. 

4. Majas
Majas atau gaya bahasa yaitu pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu yang membuat sebuah karya sastra semakin hidup, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.

Dengan mengulang kata-kata, "Pada Suatu Hari Nanti" penyair membuat pengulangan pada awal baris. Ini adalah majas pararelisme. 

5. Kata Konkret
Kata konkret adalah kata yang berwujud, dapat dilihat, dapat diraba.
Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" menggunakan kata konkret seperti jazad, larik-larik sajak, dan bait-bait sajak.

6. Kata Konotatif
Makna konotatif adalah makna kata yang tidak sebenarnya, kata yang sudah mengalami penambahan makna dasarnya yakni yang memberi nilai rasa baik positif atau negatif.
Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" menggunakan kata bermakna jazad yang memiliki makna lain, yakni badan, tubuh, atau wujud. Jazad memiliki makna yang lebih luas/meluas daripada tubuh.

7. Pencitraan
Pencitraan adalah proses memberi gambaran seakan-akan kita mendengar, melihat, merasakan sebagaimana digambarkan oleh puisi yang dibaca atau dengar.
Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" menggunakan penceritaan pengelihatan dengan menggunakan kata jazad. Selain itu, puisi ini juga menggunakan penceritaan pendengaran dengan menggunakan kata suaraku.

8. Tipografi 
Dari segi tipografi, puisi "Pada Suatu Hari Nanti" menggunakan penulisan rata kiri. Tiap bait memiliki 4 baris.

9. Ritme
Ritme puisi adalah alunan yang terjadi akibat pengulangan serta pergantian kesatuan bunyi. Ritme puisi "Pada Suatu Hari Nanti" disusun dengan pengulangan jumlah bunyi sebagai contoh baris pertama, pada tiap bait memiliki jumah suku kata yang sama. Begitu pula baris-baris lainnya menggunkan jumlah suku kata yang relatif sama.

10. Rima
Rima pengulangan bunyi yang ada dalam kata maupun suku kata yang ada dalam puisi. Biasanya, rima puisi akan terletak pada bagian akhir baris puisi. Dengan adanya rima puisi, maka puisi pun akan menjadi lebih indah dan memiliki efek intelektual maupun efek magis.
"Pada Suatu Hari Nanti" disusun dengan pengulangan bunyi i pada tiap akhir baris. Jadi, kalau puisi ini dinyanyikan, akan sangat mudah mencari ritme musiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Naskah Bebondres

Bondres merupakan salah satu kesenian tradisional Bali. Pada mulanya, Bondres merupakan selingan dalam kesenian topeng di Bali. Namun, belak...