Ulasan karya sastra adalah pembahasan tentang karya sastra, bisa berupa analisis karya, resensi, atau juga esai. Ulasan harus dibuat secara terstruktur, yakni berisi orientasi, tafsiran, penilaian, ringkasan.
Contoh Teks Ulasan Cerpen Nasihat Untuk Anakku
Teks Ulasan Cerpen Nasihat Untuk Anakku
Nasihat Untuk Anakku adalah cerpen karya Motinggo Busye. Cerpen ini merupakan satu-satunya cerpen yang ditulis Motinggo Busye dan mendapatkan hadiah dari sebuah majalah sastra. Karya tulis ini bercerita tentang banyak berubahnya keadaan dunia, perjuangan hidup, serta berbagai nasihat dari ayah untuk anaknya.
a. Tafsiran
Pada paragraf pertama menceritakan tentang keadaan negara Republik Indonesia yang berubah. Kemudian pada paragraf selanjutnya menceritakan tentang betapa sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam paragraf tersebut juga menceritakan mengenai akses transportasi yang sangat buruk pada masa itu.
Pada teks paragraf ke-4 dan selanjutnya menceritakan bagaimana sang penulis cerita merayakan ulang tahun sang Ayah. Sang Ayah saat itu membawa temannya ke warung kopi untuk merayakan hari ulang tahunnya. Di paragraf berikutnya menceritakan tentang rencana apa yang ingin digunakan dari hasil terbitnya buku sang Ayah.
Pada pertengahan cerpen, sang Ayah mendengar temannya bunuh diri dengan cara memotong nadinya dengan silet. Tentunya hal tersebut sangat memalukan. Dan pada bagian akhir, penulis memberi tahu untuk jangan takut membela kebenaran meski terkadang kebenaran dikalahkan oleh kenyataan.
b. Evaluasi
Cerita pendek ini disajikan dengan bahasa yang sulit untuk dimengerti. Apabila para pembaca sudah memahami cerpen ini, maka pembaca akan tersihir dengan cerita pendek yang satu ini. Cerpen ini juga menjadi sebuah motivasi yang luar biasa serta menjadi panutan dalam kehidupan. Sehingga cerpen ini sangat bagus untuk para remaja.
Karena pada cerpen ini sang penulis menulis nasihat-nasihat yang baik bagi para pembaca. Selain itu, dalam cerpen ini menginformasikan bagaimana susahnya hidup dan bagaimana keadaan hidup saat itu sangat minim.
c. Rangkuman
Dengan mengesampingkan kekurangan yang ada, teks ini benar-benar dibutuhkan oleh remaja di Indonesia. Hal tersebut karena banyak sekali nasihat untuk membangun pribadi yang lebih baik lagi.
Tugas XI DPIB1(19/20)
Bacalah cerpen 1-18 dari blog (luhariksariadi.blogspot.com)!
Buatlah ulasan dari salah satu karya sastra (cerpen 1-18) karya Luh Arik Sariadi pada blog (luhariksariadi.blogspot.com)!
Buatlah ulasan sesuai nomor absen:
Nomor absen 1 sd 10 buat ulasan dari cerpen 1
Nomor absen 11 sd 20 buat ulasan dari cerpen 2
Nomor absen 21 sd selesai buat ulasan dari cerpen 3
Tulis ulasan pada kolom komentar di halaman blog ini!
Ingat isi identitas Anda!
Rabu, 06 November 2019
Minggu, 03 November 2019
Cerpen Kawin
1. Kawin
Oleh
Luh Arik Sariadi
Mimpi
siapa yang diwujudkan sekarang?
Siapa
yang memenangkan dialog hari ini?
Bersaudara
enam orang membuat Made selalu bertanya di dalam hatinya. Sebagai anak kedua,
mestinya mendapatkan giliran kedua, tetapi tidak dalam hal keluarganya. Made
memiliki keluarga yang demokratis. Setiap ada masalah, selalu dirundingkan.
Perundingan tidak mesti dilakukan pada waktu khusus dan tempat khusus. Diskusi
mengalir begitu saja tanpa batas. Kalaupun sedang makan, kalau ada masalah
pasti akan segera dibicarakan sambil makan.
Apalagi
kalau masalah yang mendesak, sesibuk apapun keluarga Made, perbincangan selalu
ada. Walaupun Made sedang mandi, kalau
dia mendengar pembicaraan adik-adiknya, pasti Made urun pendapat.
Saudara-saudaranya pun tidak keberatan mendengarkan semua pandangan yang ada.
Mereka berbicara tidak ada giliran tertua atau termuda. Yang paling penting
adalah setiap ada waktu berbicara, hati mereka seperti terikat satu dengan yang
lainnya. Sepertinya Tuhan telah mengatur supaya giliran berbicara dimanfaatkan
setiap anggota keluarga.
Gagasan
yang inspiratif sangat di hargai dalam diskusi mereka. Apalagi bila disertai
dengan alasan-alasan juga cara-cara praktis untuk mewujudkannya. Made sering
mendapat kepercayaan untuk menentukan nasib keluarga karena Made pandai
berargumentasi. Kata-katanya sangat membius dan mampu mempengaruhi orang lain.
Di
dalam keluarga, Made sangat populer. Keputusan-keputusan yang dipilihnya selalu
mendapat dukungan dari saudara-saudaranya. Bahkan ayahnya juga seringkali
memuji Made dengan berlebihan di depan anak-anaknya yang lain. Made benar-benar
menjadi pusat perhatian.
Di
dalam otak Made, berjuta-juta gagasan sudah mendesak untuk memajukan keluarga.
Dari enam bersaudara, Made dipilih menjadi sentral pembicaraan. Made seperti
seorang ketua yang bisa memutuskan penyelesaian suatu masalah. Made juga sangat
dihormati karena ia sudah memiliki gaji tetap untuk menopang ekonomi keluarga.
Selama
ini, Made juga sangat loyal terhadap keluarga. Adiknya empat orang laki-laki.
Komang Suta, Ketut Marka, Putu Suteja, dan Nengah Karsa. Keempatnya
disekolahkan oleh Made. Komang Suta sudah menjadi pegawai bank swasta. Ketut
Marka bekerja sebagai pegawai kontrak di dinas pemadam kebakaran. Putu Suteja
bekerja sebagai pegawai di dinas pekerjaan umum. Nengah Karsa sedang kuliah di
jurusan hukum di perguruan tinggi swasta.
Kakaknya, Wayan Tresna hanya sesekali saja memberi uang saku kepada
adik-adiknya karena Wayan Tresna hanya seorang tukang ojek.
Biaya
potong gigi juga dikeluarkan oleh Made. Perhitungannya sangat tepat mengenai
biaya yang akan dibutuhkan dalam potong gigi. Dana yang dipinjamnya dari bank
untuk upacara potong gigi sangat besar dan ia mempertaruhkan surat
pengangkatannya sebagai pegawai negeri sipil. Dalam upacara itu, tiga ekor babi
yang besar dipotong untuk menyambut para tamu. Untuk tamu yang muslim,
dipesankan beraneka masakan yang terbuat dari daging kambing. Dengan upacara
potong gigii yang mewah, keluarga Made
menjadi naik derajat.
Sebelum
menjadi PNS, rumah Made sangat kotor. Temboknya hanya terbuat dari tanah yang
direndam beberapa hari. Sejak Made mendapat gaji tetap, rumahnya diperbaiki,
diganti dengan tembok bata yang terbakar matang. Pintu dan jendela rumahnya
menggunakan ukiran Bali. Sudah ada kamar mandi bertembok keramik di bagian
belakang rumah. Bagian-bagian rumah tertata dengan rapi. Ada bale-bale khusus
yang dibuat untuk kegiatan yang berbeda-beda. Segala kelengkapan rumah dipilih
oleh Made karena semua uang untuk itu bersumber dari Made.
Waktu
Wayan Tresna menikah, Made juga yang membiayai pernikahannya. Foto-foto
praweding untuk kartu undangan kakaknya dibuat di beberapa tempat dan latar
belakang. Ada latar masa kolonial yang dibuat dibekas-bekas peninggalan
penjajahan Belanda. Ada juga latar masa pendudukan Jepang dengan kostum kimono.
Beberapa foto diambil saat kakaknya mengenakan pakaian adat Bali madya dan
payas agung. Bagi Made, semua hal harus mendasar. Semua peristiwa yang terjadi
diusahakan terencana untuk masa depan yang lebih baik. Setiap pilihan tidak
boleh disesali karena telah dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum dilakukan.
Menurut Made, semua upacara yang digelar adalah pengabdian. Karena itulah,
berapapun biaya yang digunakan harus dikeluarkan dengan tulus dan tercatat, sehingga
suatu saat nanti akan menjadi sejarah.
“Pernikahan
hanya dilakukan sekali, Bli,” kata Made menasihati kakaknya.
“Tapi
Bli hanya seorang kacung, tukang ojek, dengan pekerjaan yang tidak tetap.”
“Tidak
masalah, Bli. Kita harus menghargai perjuangan bangsa. Kita harus mengenang
masa-masa perjuangan para pahlawan.”
“Bli
malu, De” jawab kakaknya dengan pelan.
“Mengapa
harus malu? Zaman sekarang sudah tidak zaman memelihara rasa malu. Kita harus
mensyukuri pemberian Tuhan dengan menggunakannya sebaik-baiknya.”
“Tapi
ini terlalu mewah dan tidak layak untuk Bli.”
“Bukan
masalah mewah atau murah.”
“Ini
baju-baju yang kamu sewa apa tidak membuang-buang uang? Ini pastilah mahal.”
“Bukan
masalah harga, Bli. Ini masalah pencatatan kebudayaan. Untuk mempertahankan budaya,
mengeluarkan uang tidak masalah. Dengan foto-foto praweding, kita akan mencatat
sebuah peristiwa kebudayaan. Sama halnya waktu Bli meluangkan waktu untuk
latihan nabuh. Berapa waktu terbuang kalau dihitung dengan uang? Lalu, kalau
kita lihat hasilnya dengan uang, tentu tidak seberapa. Berapa orang yang tulus
ikhlas mengabdikan diri kepada kebudayaan?”
“Tapi?”
“Sudahlah,
Bli! Foto-foto pernikahan Bli nanti akan dilihat oleh anak-anak Bli nanti. Juga
oleh keponakan-keponakan Bli. Mereka akan melihat betapa indahnya dunia ini
dengan berbagai jenis kostum. Lalu, nanti mereka akan bertanya pakaian apa,
dari mana, dan berbagai pertanyaan akan
muncul setelah melihat foto-foto Bli. Kalau semua foto tidak ada, bagaimana kita
memperkenalkan kebudayaan kita yang hampir punah.”
“Kamu
jangan terlalu berlebihan. Apa tidak terlalu gawat?” tanya Wayan Tresna dengan
menggaruk kepala belakangnya.
“Ya,
memang gawat dan memprihatinkan!”
Made
membuat alasan yang bisa diterima oleh akal sehat, bertujuan mulia, dan bisa
diwujudkannya. Semua anggota keluarga menerima gagasan itu. Walaupun hanya
lulusan SMP, Wayan Tresna merasa benar semua pendapat adiknya. Dirasakan memang
benar bahwa peserta tabuh di desanya semakin hari semakin sedikit. Yang datang
juga tidak mengunakan pakaian adat. Mereka yang datang hanya pakai celana
panjang. ataupun kalau memakai kamen, sesampainya di tempat latihan nabuh,
pastilah banyak yang merasa susah menggunakan kain. Maka itu, dilaksanakanlah
semua gagasan Made dengan penuh kebanggaan. Dalam pernikahan itu Wayan Trasna
menggunakan pakain dari beberapa kabupaten yang ada di Bali.
Walau
hanya seorang perempuan, Made mampu menatur keluarga dengan sangat baik. Made
mampu membimbing adik-adiknya menjadi orang-orang sukses. Masyarakat di sekitar
rumahnya juga mengakui posisi Made di dalam keluarga besarnya.
Karena
ketenarannya, banyak lelaki di desa itu pernah mendekati Made untuk dijadikan
pacar. Dari segi fisik, Made bukanlah gadis tercantik di desa itu, tetapi
karena semua anggota keluarga sering menceritakan Made kepada para tetangga,
maka terkenallah nama Made ke setiap laki-laki lajang. Namun, dengan
kemampuannya bicara, tidak ada laki-laki yang terluka kalau ditolak.
Dipikir
oleh ayahnya bahwa Made tidak sempat memikirkan dirinya sendiri. Selama ini,
Made sibuk di sekolah. Sore hari baru datang. Sesampai di rumah, Made mandi
lalu istirahat. Tidak ada laki-laki yang datang tiap malam minggu. Tidak ada
juga yang minta izin untuk mengajak Made nonton Band ke gedung kesenian. Di
waktu santai, Made hanya mengajak keponakannya ke taman kota atau ke pantai
Happy. Di rumah, kalau belum ngantuk, Made akan membaca beberapa buku dan koran
yang dibawa dari sekolah.
\Ayahnya
hampir lupa kalau Made seorang perempuan. Semua anggota keluarga sudah lupa
kalau usia Made sudah 35 tahun. Memang sudah sepatutnya perempuan meninggalkan
rumah, tetapi ayah dan adik-adiknya terkejut juga saat Made minta kawin.
“Saya
sudah saatnya mencari pasangan. Bape, saya mau kawin.”
Mendengar
kata-kata Made, ibunya antara senang dan khawatir. Sebagai seorang perempuan,
ibunya sangat memahami hati anaknya. Apalagi mereka sama-sama perempuan. Ibunya
sangat bahagia kalau nanti Made memiliki anak yang sepintar da selincah Made.
Ibunya memang sudah sangat merindukan cucu dari anak perempuan satu-satunya.
Ibunya sudah lama membeli tas untuk nengok cucu. Kebaya merah sudah
dipersiapkan sejak lama oleh ibunya. Sokasi yang bertuliskan Made Resini juga
sudah dibungkus dengan kresek digudang.
Namun,
di balik kebahagiaan itu, ibunya juga memendam rasa takut sebab hanya Made yang
berani mengkritik ayahnya. Hanya Made yang bisa menenangkan putra-putranya yang
lain. Bagaimana mungkin keluarga mereka bisa berjalan tanpa Made. Siapa yang
meluruskan para lelaki jika Made pergi? Kesedihan itu membuat ibunya gagu, tak
sanggup berkata. Kegelisahan itu juga yang membuat ibunya gemetar. Maka, ibunya
tidak berani berpendapat sebelum ayahnya bicara.
“Matheeuw
namanya, Bape.”
“Siapa
lelaki itu?” tanya ayahnya dengan gemetar.
“Lelaki
berkebangsaan Inggris. Orangnya sangat baik.”
“Apa
tidak ada lelaki yang baik di Buleleng?” Ayahnya berbicara sangat pelan karena
bimbang. Bagaimana harus dihadapi anak perempuan kesayangannya?
“Bukan
begitu, Bape.”
“Apa
Bali sudah kehabisan laki-laki yang baik sesuai dengan seleramu?” tanya Wayan
Tresna dengan wajah memerah. Saudara tertua Made sebenarnya tidak berani
bicara, tetapi karena kepergian Made benar-benar tidak diinginkannya. Karena
itu, tanpa menatap Made, ia bicara mewakili lelaki Bali.
“Bukan
begitu, Bli.”
“Lalu
apa, De?” Ayahnya bertanya dengan penuh kecemasan.
“Beri
penjelasan, Mbok! Apa Mok rela disebut gundik kalau menikah dengan bule?” tanya
Ketut Marka.
“Ya,
Mbok. Belakangan ini, perempuan yang menikah dengan Bule sering dikira hanya
mencari uang bule. Lihat juga para tetangga. Nanti dikira Mbok hanya
menginginkan uang mereka.” tambah Putu Suteja.
“Apa
Mbok sudah kehabisan uang untuk mengurusi kami sampai-sampai memilih bule
sebagai suami?”
“Tidak.
Bukan begitu.”
Alasan
apa yang bisa diberikan Made kali ini? Harta benda tidak pernah menjadi
perhitungan baginya. Walaupun dia hanya PNS, kepandaiannya memanfaatkan
internet membuat dia menjadi orang kaya. Alasannya menikah sudah ada. Made
menikah karena memang ingin menikah. Tetapi mengapa memilih bule, sama sekali
belum ada alasannya. Ia tidak punya alasan yang mungkin disampaikan kepada
keluarga tercintanya.
Alasan
klasik karena cinta sudah tidak bisa diterima di keluarga ini karena tanpa
cinta pun ayah dan ibu Made bisa menikah dan melahirkan anak-anak yang sehat.
Alasan agama juga sudah tertutup karena perempuan Bali memang harus pergi dan
mengikuti suaminya. Alasan ketampanan Matheeuw juga bukan alasan yang tepat
karena di Bali masih banyak ada lelaki yang tampan. Kalau alasan baik hati
sudah dipatahkan sejak awal, apalagi yang bisa dijadikan alasan?
“Matheeuw
tinggal dari Inggris, kelak akan kembali ke Inggris. Bagaimana ibu nanti
menjenguk cucu-cucu yang sepintar kamu? Janganlah jauh-jauh menikah, De.” kata
ibunya dengan bibir gemetar.
“Kamu
sendiri yang bilang kalau kita harus melestarikan budaya, tetapi mengapa
sekarang kamu meninggalkan kebudayaan kita?” balas Wayan Tresna.
“Saya
hanya ingin kawin, Bli.”
Teori
apa yang bisa digunakannya untuk menangkis semua keraguan keluarganya. Seorang
perempuan walau pergi dari rumah, kebudayaan itu tidak akan mudah untuk hilang.
Memang ada banyak perempuan yang lupa dengan kebudayaan Bali setelah menikah
dengan bule, tetapi Made orangnya pintar. Tidak mungkin dia melupakan
kebudayaannya demi seorang lelaki.
Made
terus berpikir. Dia mencari jawaban yang tepat untuk semua pertanyaan yang
diajukan saudara-saudaranya, juga orangtuanya. Dia bertanya pada dirinya
sendiri. Ia menggali berbagai alasan yang kreatif, inspiratif, dan inovatif
karena dia tahu benar bahwa keluarganya membutuhkan gagasan-gagasan yang baru.
Keluarganya bukan sembarang keluarga! Maka, saat itu pandangan mata Made lepas
jauh. Sementara, saudara-saudaranya berdecak dalam hati, bertanya-tanya, dan bimbang
harus menyetujui atau tidak. Sebab, mereka telah terbiasa diatur oleh Made.
Apalah jadinya keluarga itu tanpa Made. Di dalam hati ayahnya pun terbersit doa
supaya Made tidak punya argumentasi yang inovatif. Ibunya diam-diam juga
komat-kamit, entah apa yang diucapkan dalam doanya. Apakah berdoa untuk
kemerdekaan putrinya? Tapi, kemerdekaan dari apa? Selama ini, Made menjadi
penguasa di rumah. Di dalam hati ibunya, Made adalah sosok pemimpin yang hebat.
Namun, dia juga sempat berpikir mungkin saja putra-putranya telah menyadari
bahwa Made telah lama memimpin di rumah, lalu menyetujui saja pernikahan Made
dengan Matheeuw.
Cerpen
ini pernah dimuat di Bali Post, tetapi lupa edisi kapan….ketika menikah, saya
pindah rumah dan kelipingnya entah dimana.
Langganan:
Postingan (Atom)
bantul
BANTUL SUDAH RATA DENGAN TANAH “Bantul kabarnya sudah rata dengan tanah!” desah orang-orang di sebelah. Wajah mereka hampir menunjukkan eks...
-
Untuk memperbaiki nilai Bahasa Indonesia, jawablah pertanyaan berikut dengan jujur! Topik 1: Peduli (Empati) 1. Apakah Anda mendengarkan tem...
-
Negosiasi adalah peoses menyelesaikan masalah dari beberapa pihak yang sedang bersengketa. Dalam sengketa itu, setiap pihak menyampaikan pan...
-
Pengertian Drama Sebelumnya, kamu sudah tahu belum apa itu drama? Drama adalah komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat ...